Judi Angka

Judi online di Indonesia saat ini sudah masuk kategori darurat dan memerlukan penanganan serius. Selain meningkatkan angka kriminalitas, dampak judi online juga merusak ekonomi keluarga dan mengganggu keharmonisan sosial.

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaaksi Keuangan (PPATK) mencatat, sebanyak 3,2 juta warga Indonesia menjadi pemain judi online. Bahkan, sebanyak dua persen dari pemain atau sekitar 80 ribu orang pejudi daring diperkirakan berusia di bawah 30 tahun.

“Sementara untuk besaran taruhan sebanyak 79 persen pemain judi online bertaruh dibawah Rp100 ribu. Sedangkan kalangan menengah ke atas bisa bertaruh antara Rp100 ribu hingga Rp40 miliar, seperti yang dikemukakan Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira beberapa waktu lalu,” papar Sekretaris Komisi A DRD DKI Jakarta Achmad Yani di ruang kerjanya, Rabu (3/7/2024).

Sekretaris Komisi A DRD DKI Jakarta Achmad Yani. (dok.DDJP)

Maraknya judi online di Indonesia, sambung politisi PKS itu, sangat merugikan perekonomian. Akibatnya, tindak kriminalitas juga meningkat karena kecenderungan pelaku judi online mencari berbagai cara untuk mendapatkan uang secara instan.

Termasuk kasus pencurian, perampokan hingga penjualan narkoba. “Selain itu, akibat judi online juga bisa menurunkan produktivitas kerja. Karena konsentrasinya terpecah akibat kecanduan main judi.

“Apalagi bentuk aplikasi judi online mirip dengan game online. Akibatnya, bisa terjadi gamilikasi perjudian di era digital ini,” imbuh wakil rakyat yang membidangi pemerintahan, kependudukan, dan hukum itu.

Jauh lebih memprihatinkan, pelaku judi online juga banyak dari kalangan pelajar. Semestinya, kalangan pelajar sibuk dengan peningkatan skill. Ironisnya, malah terjebak pada permainan judi.

Di sisi lain, Anggota Komisi E DPRD DKI Jakarta Basri Baco menegaskan, akibat judi online, tidak sedikit keluarga yang alami penurunan pendapatan. “Karena uang yang seharusnya diinvestasikan atau ditabung malah habis untuk berjudi,” tandas dia.

Maraknya judi online juga meningkatkan praktik pinjaman online (pinjol). Khususnya yang ilegal. “Saat terdesak, biasanya pelaku judi akan mencari pinjaman dengan akses mudah dan cepat seperti pinjol,” tegas Baco.

Ketika utang sudah menumpuk, imbuh dia, pelakunya akan jatuh miskin. Akhirnya, ikut meningkatkan angka masyarakat miskin.

Anggota Komisi E DPRD DKI Jakarta Basri Baco. (dok.DDJP)

“Untuk memberantas judi online, Presiden Jooko Widodo sudah membentuk Satuan Tugas (Satgas) Pemberantasan Perjudian Daring. Satgas dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Polhukam) Hadi Tjahjono dan presiden secara tegas menyatakan larangan judi online ke masyarakat. Dalam penegasannya, presiden mengajak masyarakat agar tidak terlibat dalam perjudian. Baik secara online maupun offline,” tandas Baco.

Pemberantasan judi online diatur melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 21 Tahun 2024. Dalam Pasal 4 Keppres tersebut ditegaskan, Satgas Judi Online bertugas untuk mengoptimalkan pencegahan dan penegakan hukum perjudian secara efektif dan efisien.

Transaksi judi online dengan jumlah jumbo bisa berdapak buruk pada perekonomian negara. Indonesia dianggap darurat judi online. Karena saat ini, Indonesia menempati posisi teratas pengguna judi online di dunia.

Anggota Komisi XI DPR RI dan kalangan DPRD DKI Jakarta menyoroti, mayoritas pelaku judi online berasal dari masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

“Mirisnya, berdasarkan Data Pusat Pelapiran Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK), orang yang melakukan judi online adalah masyarakat berpenghasilan rendah dengan pendapatan di bawah Rp100 ribu sehari,” papar Wakil Ketua Komisi C DPRD DKI Jakarta Rasyidi.

Wakil rakyat dari Fraksi PDI Perjuangan yang membidangi anggaran dan keuangan itu mengemukakan, seharusnya uang itu bisa ditabung atau belanja ke Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).

Wakil Ketua Komisi C DPRD DKI Jakarta Rasyidi. (dok.DDJP)

Di sana, terdapat pelajar, mahasiwa, buruh, petani, pegawai, hingga ibu-ibu rumah tangga. Karena itu, pemerintah harus bertindak tegas. Segera berkolaborasi internasional untuk mengatasi maraknya judi online.

“Indonesia harus terus berjuang segera bergabung dengan Financial Action Task Force (FATF). Karena pelaku judi online sebagian besar dari luar negeri. Selama ini, FATF yang menangani kejahatan bidang keuangan, seperti pencucian uang, perjudian dan sebagainya,” papar Rasyidi. (DDJP/stw/df)